Minggu, 14 Maret 2010

Pelatihan Mopel Berbasis ICT

Dua orang sedang menunggu di depan pintu surga untuk mendapatkan kunci. Mereka adalah Dolah seorang supir angkot dan Amin seorang guru agama.
"Dolah, kemari kau!", malaikat memanggil salah seorang di antaranya.
"Siap Paduka!", jawab Dolah gugup.
"Terimalah kunci surgamu,"
"Terimakasih Paduka," Dolah menerima kunci itu dengan sumringah. Betapa tidak, kunci itu panjangnya satu meter dan terbuat dari emas murni.

Sabtu, 27 Februari 2010

Barelang Track


Hpku berbunyi tanda SMS masuk. Pesan singkat dari seorang teman yang memprovokasi aku agar jangan melewatkan Barelang sebelum pulang. Di hari ketiga kami berlima bergerak meninggalkan PIH dengan tujuan pulau Galang dengan jarak sekitar 80 km. Pulau Galang adalah pulau (besar) yang ketiga yang terhubung dengan pulau Rempang dan pulau Batam melalui jembatan. Di pulau ini pula para pengungsi Vietnam ditampung pada saat negeri mereka dilanda peperangan.
Sebenarnya jembatan yang menghubungkannya tidak langsung pada pulau-pulau tersebut, tetapi ada pula yang terhubung lebih dahulu dengan pulau kecil yang ada di antaranya. Contohnya jembatan Barelang 1 (yang bertiang dan kabel), jembatan ini menghubungkan pulau Batam dengan pulau Ponpon, selanjutnya terhubung lagi dengan jembatan 2 ke pulau Rempang. Jembatan 2 sampai 5 seperti halnya jembatan biasa, yang menjadikan luarbiasa adalah jembatan ini melintasi laut bukan sungai. Jangan lupa pula bahwa jembatan ini adalah karya kebanggaan anak-anak negeri. Jadi jembatan Barelang itu menyambung pulau BAtam, REmpang dan GaLANG ke dalam satu rangkaian.
Jalan yang kami lewati sangat mulus. Perjalanan sekitar 1,5 jam tidak membosankan karena disuguhi pemandangan khas. Pepohonan yang segan tumbuh dan semak-semak, serta lahan bertanah kapur yang sudah dikapling-kapling menjadi milik perusahaan tertentu tersebar di sepanjang jalan. Fasilitas jalan ini dibangun pada saat pak Habibie menjadi kepala Otorita Batam.
Sampai di pulau Galang kami disuguhi pemandangan perkebunan buah naga. Namun sayang tidak sedang musimnya sehingga tampak pepohonannya saya yang seperti pohon kaktus. Perumahan penduduk jarang ditemui. Tak terbayang bagaimana jadinya bila dalam perjalanan malam kendaraan mengalami pecah ban atau kehabisan bensin...

Kasek yang Visioner


Sekitar sebulan yang lalu, beliau aku telpon untuk ikut mengisi Pelatihan Model Pembelajaran Berbasis ICT untuk guru-guru PAI se Kota Batam. Beliau langsung ok. Jadilah aku mengisi sesi model pembelajaran non ICT dan beliau model pembelajaran yang berbasis ICT, memang ICT adalah dunianya. Selanjutnya kami berkomunikasi tentang setting acara dan seterusnya.
Awalnya beliau adalah guru PAI biasa di SMPN 36 Semarang. Dengan minat yang besar terhadap ICT, pembelajaran PAI menjadi luarbiasa. Puncaknya ketika beliau berhasil meraih peringkat ketiga pada lomba Guru Berprestasi (Gupres) tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Depdiknas. Seumur-umur baru itulah GPAI menyodok peringkat ketiga mengalahkan guru-guru mata pelajaran lain. Kalau peringkat pertama masih belum diijinkan barangkali.
Selepas lomba kariernya makin bersinar. Beasiswa S2 diraihnya dari LPMP Jateng, beliau ambil keahlian Komputer di Udinus Semarang (Feeling saya, nantinya beliau ditarik menjadi widyaiswara LPMP). Jalan menuju kursi kepala sekolahpun dilaluinya dengan mulus. Setelah kepulangan dari Jepang untuk studi banding Kebudayaan dan Pendidikan, kursi kepala sekolah diraihnya dan ditempatkan di SMPN 17 Semarang.
Tentu saja semua itu diraihnya atas dukungan keluarganya, Erna Hendyani istrinya dan 3 anaknya sangat memotivasi kehidupannya. Kabarnya anak keempat sedang dalam proses (feeling saya lagi, yang ini buah kangen dari Jepang...)
Muhammad Ahsan adalah sosok yang sedang dibicarakan. Lahir di Demak pada tahun 1974 menjadikannya sebagai Kepala Sekolah (barangkali) yang termuda. Ini cukup menggelitik benakku untuk mengorek apa yang ada di kepala Kasek muda ini. Pertama kali aku mengenalnya waktu acara Ditpais di Yogya, selanjutnya kerap bertemu di pelatihan ICT tingkat nasional dan telaah soal. Gaya bicaranya enteng dengan suara baritonnya.
Siang itu dia 4 jam berada di bandara Soetta dalam keberangkatan memberi pelatihan di Batam. Dengan gayanya yang khas seperti jasket kedombrongan, travel bag trolly, dan ransel tentu saja, dia sudah menungguku di check in room.
Sekitar bulan Desember 2009 lalu kami bertemu di Jakarta. Beliau menceritakan idenya untuk menjadikan sekolahnya sebagai "sekolah berbasis kearifan lokal". Sangat menarik ditengah gemuruhnya sekolah-sekolah berlomba menjadi sekolah RSSN,SSN, RSBI, SBI dan sebagainya. Sebagian sekolah bahkan ada yang masih berstatus SNSNS (Sekolah Numpang Sana Numpang Sini), bahkan ada yang RSSN cuma 'R'nya bukan 'rintisan' tapi 'rintihan'.
Ide tersebut kami diskusikan lagi ketika nunggu pesawat. Beliau mengatakan bahwa nilai-nilai kearifan lokal (Jawa) menjadi landasan gerak sekolahnya. Mulai dari tata kesopanan, bahasa bahkan (mungkin) pakaian Jawapun digunakan. Rencananya di sekolahnya nanti ada pelajaran membatik dan setiap siswa harus berkarya dan wajib dipakai. Rencananya ada satu hari dalam seminggu siswa harus membuat batik buatan sendiri.
Saat ini beliau sedang menata lingkungan sekolahnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk belajar. Dimulai dari mengecat gedung, menata lingkungan, green school, membiasakan hidup bersih di kalangan guru dan siswa. Dukungan stakeholder sangat memungkinkan terwujudnya visi tersebut. Disdik kota Semarang dan Komite Sekolah sangat antusias mendukung langkah beliau.
Di usia muda beliau sudah mampu menunjukkan prestasi dan menjadi teladan bagi kaum guru. Benarkah baru pada usia 45 tahun pemikiran seseorang mulai mapan? Mas Ahsan menggugurkan tesis itu.
***

Teh Obeng


Setelah beristirahat sebentar, kami (saya dan sobatku, p. Ahsan Kasek SMPN 17 Semarang) diajak Panitia pusing-pusing kota Batam, tujuan sebenarnya adalah makan malam. Menggunakan dua mobil rombongan mulai bergerak. Aku ikut di mobil pertama. Dengan lincah bu Kasmawati (guru PAI SMPN 6 Kota Batam) mengemudikan Avanza maticnya. Namanya bu Kas, jadi sering dinominasikan sebagai bendahara. Memang cocok. Ini memang rombongan "nggak tau diri", masa drivernya iseorang ibu padahal ada 6 bapak-bapak di dalamnya, sedangkan mobil kedua mengikuti. Kejadian ini sama dengan waktu kami dijemput di bandara Hang Nadim. Aku sempat surprise juga karena drivernya ibu-ibu. "Kita ke Lay-lay bu," pak Rizal sang ketua panitia memberikan komando. Sepanjang jalan pak Rizal menjadi navigator, memberi arah jalan mobil. Setelah sekitar 45 menit berjalan kami memasuki sebuah komplek pertokoan, terlihatlah tulisan besar "LAY-LAY RESTAURANT". Wah makan di restoran nih, pikirku. "Parkirnya di mana, Pak?", bu driver bertanya. "Kita ke rumah makan Sunda bu,"jawab pak Rizal. Kamipun tertawa bersama, karena perkiraan semula makan di Lay-lay resto, ternyata di Sunda resto. Seperti umumnya warsun (warung Sunda) kami mengambil sendiri makanan yang diminati. Sambil menunggu sop buntut aku memesan jus apel tanpa es karena badan masih agak meriang sejak dari rumah. Mataku masih menerawang menyapu dinding warung. Pandanganku terhenti pada daftar menu makanan yang dipasang di dinding. Di bagian atas tertulis besar-besar 'Warung Sunda Bu Joko'. Wah, warung Sunda tapi yang punya bu Joko, bukan bu Jaka. Makan malampun berlangsung dengan suasana hangat. Kami saling bertukar cerita, mulai dari cerita biasa sampai yang lucu kadang-kadang nyerempet saru. Penerimaan tuan rumah yang sangat ramah dan antusias membuat kami bersemangat cerita apalagi....makannya... "Ini teh obengnya pak, silakan," ujar pak Dirman. "Oo....teh obeng? Kenapa dinamai teh obeng? Apakah ngaduknya pake obeng?", tanyaku penuh penasaran. "Ceritanya dahulu banyak orang Cina yang buka warung. Kalau orang pesan minuman teh tawar, dia akan bilang 'teh o, beng'. Jadi 'beng' itu sapaan pada si tukang warung," jelasnya. "Oo...itu maksudnya..." Sejurus kemudian gerakan kami mulai melambat seiring dengan makin penuhnya perut kami. Sebagai finishing perlahan-lahan kuhabiskan sop buntut. Akhirnya......tamat sudah semangkuk sop buntut sapi itu. Kamipun kembali ke hotel untuk beristirahat, mengumpulkan energi untuk acara esok hari.
***
Batam di pulau Jawa (dan mungkin di daerah yang lain) dipersepsikan sebagai daerah bebas bea dan dunianya barang-barang murah. Dalam perjalanan ke hotel setelah makan malam di warsun bu Joko, kami mengantar pak Rizal ke kecamatan Batu Ampar dimana MTQ tingkat kecamatan tengah digelar. Pada perjalanan menuju perhelatan kami melewati daerah tempat barang-barang second ex Singapura dijual. Di sepanjang jalan itu berdiri toko-toko yang memajang barang-barang second mulai dari sepeda hingga peralatan elektronik seperti TV, kulkas, oven, dll. Batam menjadi daerah buangan barang-barang ex dari Singapura, salah satu macam ekonomi Asia yang luasnya hampir setara Batam sendiri. Mobil bekas negeri itupun berseliweran di Batam. Cirinya ada di nopol, ada huruf 'X', misalnya BP 1234 TX, pasti itu mobil ex Singapura. Mobil itu hanya diizinkan beroperasi di Batam, tidak boleh keluar dari wilayah itu. Contohnya taksi yang kami tumpangi ke bandara, mobilnya tua tapi automatic. Kabarnya dengan harga Rp. 70 juta kita sudah dapat membawa Toyota Camry pulang, tentu saja ke rumah yang ada di Batam.
***
Hari ketiga adalah acara bebas. Acara pokok sudah berjalan dengan lancar pada hari kedua. Kemarin teman-teman GPAI Kota Batam menjanjikan akan mengajak kami ke pulau Galang sebelum terbang ke Jakarta. Sekitar pukul 06.30 kami keluar hotel sekedar jalan pagi menikmati Batam Center, kawasan dimana kami menginap di hotel PIH (Pusat Informasi Haji) tentu saja sambil mencari sarapan pagi. Kami berjalan menuju masjid Raya Batam yang terlihat kokoh dari kamar kami ke arah barat. Lalulintas masih sepi, hanya satu-dua kendaraan melintas. Kami berjalan dengan nyaman tanpa ada polusi, disamping itu trotoar tertata rapi meskipun tumbuhan agak malu-malu tumbuh. Selain faktor tanah pulau Batam yang berkapur, memang saat itu juga Batam masih kemarau, menurut seorang teman sudah empat bulan hujan tidak turun. Berbalik kondisi di tanah Jawa yang sedang dilanda banjir. Memasuki komplek Masjid Raya suasana sepi, tak seorangpun terlihat bahkan tak seorangpun sekuriti kami temui sampai kami selesai melihat-lihat masjid. Perjalanan dilanjutkan melalui beberapa perkantoran pemerintah seperti kantor Walikota, DPRD, Kejaksaan, BI, dsb. Memang Batam Center adalah pusat perkantoran pemerintah dan legislatif Kota Batam. Hari makin siang sementara alarm perut saya mulai berbunyi. Mata makin jelalatan melihat kanan-kiri bilamana ada tukang atau warung makan. Ternyata nihil. Satu-satunya gerobak makan yang kami temui sudah habis. Wah nasib... Sambil menyusuri pedestrian yang cukup lebar di depan BI saya dan pak Ahsan saling bercerita pengalaman masing-masing, sementara mata tetap waspada terhadap kemungkinan hadirnya penjual makan pagi. Tiba-tiba melintas sebuah taksi sambil membunyikan klakson mengisyaratkan barangkali kami butuh tumpangan. Oh thank sir, we just take a walk. Tapi ada yang aneh, mataku melihat di taksi itu sudah ada penumpangnya, lho kok masih tat-tit mengklakson. Sambil menyusuri trotoar ke arah PIH kami mendiskusikan fenomena tersebut. Pembangunan gedung perkantoran di Batam Centre masih berlangsung. Kepulauan Riau adalah provinsi baru, maka tidak heran pembangunan infrastruktur terus berlangsung. Di kanan-kiri jalan berdiri gedung-gedung baru. Seakan seorang gadis yang tengah bersolek menanti sang jejaka mengajaknya nonton di malam Minggu. Dibanding wilayah lain di Kepri, Batam sebenarnya sudah mulai berkembang terutama sejak ada pengelolaan khusus Otorita Batam dengan BJ. Habibie sebagai ketuanya, kemudian dilanjutkan oleh JE. Habibie dan Ismet Abdullah gubernur Kepri sekarang. Saat itu Batam menjadi zone ekonomi yang sangat prospektif. Perusahaan bertumbuhan yang tentu saja menyerap banyak tenaga kerja. Pelabuhan internasional yang semula ada di pulau Belakang Padang dipindah ke Sekupang di Batam. Batam menjadi 'gula' yang menarik 'semut' dari seluruh wilayah Indonesia, jadi tidak heran bila di sana sangat multietnis yang tentu saja jadi multikultural, salah satunya ya itu tadi....warsunnya bu Joko... Perjalanan terus dilanjutkan sementara alarm makin kencang berbunyi, akhirnya kami bertanya tentang warung makan kepada sekuriti di sebuah perkantoran. Dia hanya menunjukkan sebuah warung kecil di ujung gang. Setelah mengingat bla-bla-bla dan menimbang ini dan itu, kami memutuskan...kembali ke hotel dan sarapan di sana. Dengan langkah pasti seperti Paskibra kami back to hotel dan menyendok nasi goreng. "Perjalanan yang penuh hikmah," ujarku, "tapi apa hikmahnya mas Ahsan?" "Hikmahnya, sarapan kita jadi enak dan nambah, iya tho...," jawab mas Kasek dengan enteng. Wah iya juga. Akupun segera membuktikan hikmah pagi itu, kembali lagi ke tempat nasi untuk tambah sarapan dan dua jus jeruk habis kureguk. Memang benar, pagi yang penuh hikmah....
****

Selasa, 23 Februari 2010

Pulau Seribu Pantun


Kota Mekkah kota yang suci banyak orang bergi berhaji mari kita dengarkan lantunan ayat suci agar suasana nyaman dan sejuk di hati

Acara berikut adalah pembacaan ayat-ayat suci Al Quran, kepada sdr .......dipersilakan...

Begitulah dua bu guru PAI Batam yang jadi MC mempersilakan petugas melantunkan pembaca ayat suci Al Quran. Tentu saja surprise bagi saya yang tidak terbiasa dengan pantun-memantun, kecuali sedang kepepet, itupun dengan pantun yang sangat memaksa. Apalagi dalam sebuah acara pertemuan, di tanah Jawa lurus-lurus saja to the point ke acara berikutnya. Selanjutnya sampai ke akhir acara pembukaan, setiap mau ganti acara selalu disisipi pantun. Begitupun dengan pengisi acara mulai ketua panitia sampai pejabat. Saking terpesonanya terhadap pantun, selama mengikuti pembukaan akupun selalu menanti pantun-pantun berikutnya meluncur dan tentunya kucatat sekalipun ada beberapa yang terlewat.

Ada nuansa tersendiri mendengarkan pantun. Kesan yang kurasakan adalah seperti ada cooling down setelah mendengarkan sambutan atau apapun yang disampaikan pengisi acara yang umumnya bersifat serius. Terdengar indah ketika pemantun pantun mulai mengucapkan sampiran (biasanya dua baris awal pantun), kemudian pikiran kita tergerak penasaran untuk mengikuti untaian kalimat berikutnya, atau yang biasa disebut dengan isi. Setelah isi selesai diucapkan barulah.....oooo...itulah isinya.

Pantun adalah sebuah hasil akhir proses kreatif. Perlu sedikit kreatifitas untuk bisa menciptakan sebait pantun. Bagi yang tidak terbiasa mungkin cukup sulit, tapi bagi yang sudah terbiasa pastinya lain lagi, mereka akan begitu lancar mengucapkannya bahkan bisa saling berbalas.
Di daerah dengan nuansa kultur Melayu pantun kerap diucapkan dalam berbagai kesempatan tak terkecuali pada acara resmi, seperti acara pembukaan Pelatihan Model Pembelajaran Berbasis ICT bagi guru PAI kota Batam kemarin. Maka tidak heran bila Batam dijuluki dengan pulau seribu pantun.

Limau manis limau purut tambahkan kayu manis untuk masakan kita lanjutkan acara berikut mari dengarkan kata sambutan

Aku sembat membayangkan betapa matangnya Panitia siapkan acara, sampai hal sedetail itupun bisa berjalan dengan baik dan mulus. Mereka susun dalam kartu acara seperti yang dipakai MC professional di TV. Lidah Melayu memang akrab dengan pantun-memantun sehingga dengan spontan pantun meluncur dari lidah mereka.
Berkaitan dengan pelatihan, saya menilai betapa semangatnya rekan-rekan guru di daerah mengejar ketertinggalan mereka dalam proses pembelajaran. Dengan biaya swadaya mereka mampu mengadakan pelatihan dengan mengundang narasumber dari luar daerah dan dilaksanakan di sebuah hotel berkelas. Seperti inilah seharusnya guru bersemangat dalam meningkatkan mutu dan kompetensi mereka. Jangan merasa puas dan nyaman dengan keadaan yang sudah ada. Dengarlah...perkembangan zaman sudah sangat pesat. Zaman sudah lari meninggalkan kita. Apakah kita akan terus seperti sekarang? Nyaman di dalam tempurung kita? Ingatlah kawan...kita bukan katak tho....

Berburu rusa ke pulau Galang dapat rusa belang kaki kalau guru ingin berkembang pelajarilah ilmu ICT

Akhirnya...

Densus 88 menembak Noordin M. Top Ayo kawan, kita buka laptop....

Batam, 24 Peb 2010

Senin, 15 Februari 2010

Blog Ketiga


Benar ini adalah blogku yang ketiga, yang pertama dan kedua lupa passwordnya padahal isinya sudah banyak. Inginnya mau nambah posting apa daya lupa passwordnya. Jalan terbaik adalah bikin blog lagi.
Sebenarnya aku iri melihat teman-teman yang sudah sukses dengan blognya. Semoga termasuk iri yang dibenarkan. Mereka postingkan pengalaman, kemampuan dan pemikiran mereka. Sangat inspiratif dan mencerahkan terutama bagi mereka yang sedang mencari pengetahuan baru. Memang menyenangkan sekali bisa berbagi dengan rekan-rekan, berarti apa yang kita miliki dibutuhkan. Bagi saya itu sebuah kenikmatan, orgasme intelektual, barangkali.
Mereka sudah memiliki arsip-arsip tulisan yang dibuat sejak pertama posting tentunya beberapa tahun yang lalu. Sebenarnya aku sudah bikin blog sejak 2007 lalu, tapi karena passwordnya lupa itulah.
Sudahlah, gak perlu mengulas yang sudah lewat, tapi jangan pula dilupakan hikmahnya. Ayo mulai saja...